Tuesday, August 14, 2007

Ikhlas

Ikhlas, kata yang semua orang sudah tahu, mudah diucapkan di lidah, namun sulit diucapkan di hati.

Temanku, seorang ibu yang mengandung 9 bulan, lalu melahirkan dengan taruhan nyawa, dan menyusui selama 2 tahun, serta membesarkannya, hendaklah melakukannya dengan Ikhlas, artinya, tanpa perlu mengharapkan balasan dari anak yang telah dilahirkan dan dibesarkannya itu. Anggaplah itu sebagai suatu keharusan seorang hamba Alloh swt, yang telah dipercaya untuk mengemban amanat seorang generasi penerus.

Temanku, pernahkan kalian memasakkan masakan untuk suami. Setelah masakan itu siap, ternyata suami sudah makan di kantor, pada acara syukuran di sana. Ikhlaskanlah, tak perlu gusar, dan sedih. Setiap hamba Alloh swt ini telah dicatat rejeki masing - masing, ketika ia berusia 4 bulan di dalam perut ibunda. Jadi mungkin saja suami anda memang sudah rejekinya memakan masakan di kantor pada saat acara syukuran, dan bukan masakan di rumah.

Temanku, pernahkan kalian mempersiapkan sebuah suguhan makan, komplit dengan kue penghidang buat tamu, membersihkan rumah ini dan itu, tapi sang tamu tiba - tiba berhalangan. Ikhlaskanlah karena boleh jadi Alloh swt mencatat rejeki sang tamu tsb, bukan pada hari dan tanggal saat sajian itu dihidangkan.

Temanku, pernahkan kalian membantu seseorang, namun orang yang dibantu membalasnya dengan hal yang sebaliknya. Ikhlaskanlah..., karena apa - apa yang telah diperbuat, tidak akan hilang lenyap, namun dicatat sebagai amalan kebajikan.

Seandainya kembali kita pulangkan bahwa segala sesuatu tidak akan terjadi selain atas ijin Alloh swt, maka hati ini akan Ikhlas dalam melakukan segala sesuatu, tanpa perlu berharap lebih.

Wassalam,
Ibu RT

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home